Di sebuah desa (di daerah bagian Bumimaya) yang jauh dari hiruk pikuk persaingan ekonomi dan
laju tranformasi budaya, ada seorang veteran (dulu prajurit kemerdekaan) yang
terpaksa melepas gelarnya sebagai veteran dan tidak mau lagi menerima bisyaroh (gaji)
dari keveterannya karena dia merasa tidak berhasil mendidik cucu-cucunya untuk
mencintai tanah air. Patriotisme dan nasionalisme yang sejak kecil mendarah
daging, menyatu paduh dengan jiwanya, membuatnya merasa hina dan tak berarti
lagi karena cucu-cucunya tidak bisa lagi menghormati para syuhada’ kemerdekaan.
Bahkan dia merasa menjadi sampah tak berharga melihat sepak terjang
cucu-cucunya yang tidak lagi mempunyai jiwa nasionalisme.
Di depan Photo Bung Karno air matanya menetes deras membasahi pipinya yang
kurus, kering dan keriput. “BUNG.... sebenarnya aku malu sekali menatap photomu
karena ulah cucu-cucuku, aku tak bisa lagi berlama-lama duduk memandangi dan
bercengkerama denganmu, aku malu, aku minta maaf kepadamu karena tidak bisa
mewariskan patriotisme dan nasionalisme kepada cucu-cucuku”. Usai berkata itu,
Sang Pejuang itu melepas satu demi satu baju yang selama ini membuatnya bangga,
atribut-atribut yang selama ini membuatnya merasa dekat dengan
syuhada’-syuhada’ kemerdekaan yang telah lama mendahuluinya menghadap sang
kuasa.
Ya Allah..... (lanjut orang tua itu) mengapa engkau beri aku umur yang
panjang jika harus melihat ulah cucu-cucuku yang tidak bisa menghormati tanah
airnya, tidak bisa menghormati para pejuang dan syuhada’-syuhada’ kemerdekaan,
tidak bisa memahami arti SANG SAKA MERAH PUTIH yang dulu sering aku cium dan
aku peluk bersama sahabat-sahabatku. Ya Allah..... Ampuni aku, buka-lah hati
dan pikiran cucu-cucuku agar mampu memahami betapa berartinya Pancasila,
Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 bagi kakeknya dan bangsa ini. Harta tak
lagi berharga, tenaga dan pikiran harus tercurah, darah tertumpah mengalir
hanya demi satu tujuan MERDEKA ATAU MATI. Maafkan aku Ya Allah.... Ampuni aku
Ya Rabb....
Selesai berdo’a kakek itu tersenyum dan terkulai di kursi tuanya yang sudah
sejak lama dia pakai duduk MENGENANG DAN memandang photo Bung Karno dan
sahabat-sahabatnya waktu itu.
Tidak lama setelah itu, di sepanjang jalan dari rumahnya sampai tanah
pemakaman, terdengar tangisan keluarga, cucu-cucunya dan tetangga kanan
kirinya. SANG KAKEK, SANG PEJUANG telah berpulang kepelukan SANG KUASA, SANG
MAHA BIJAKSANA. Selamat jalan wahai pahlawan kami, semoga dosa-dosamu di ampuni
oleh Allah dan kebaikanmu di lipat gandakan pahalanya, semoga Engkau menemukan
kebahagiaan hakiki di sisi Allah. Aamiin....
Edisi Kemerdekaan 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar