Keragaman Agama dan perbedaan pemahaman antar Agama di Bumimaya memang
bikin hidup lebih hidup, ditambah asyik lagi. Jadi nggak pingin pindah negara!!!,
kikikikik....... SEKALI BUMIMAYA TETAP BUMIMAYA.
- Santri : Maaf Ustadz mau tanya,
- Ustadz : Ya...
- Santri : Kemarin saya mendengar penceramah bilang, “Yang tahu kita Islam atau tidak itu hanya Allah, begitupun yang tahu kafir atau tidak - itu juga hanya Allah, karena yang punya data-data valid tentang keseharian hidup kita- ya- hanya Allah, wong Allah itu YA’LAMU MAA YUSIRRUNA WA MAA YU’LINUN, kalau kita-kita kan nggak seperti itu. Nah...., sekarang ini ada sebagian umat yang merasa menjadi wakil tuhan, terus mengkafirkan sana-sini”.
- Ustadz : Ya, benar itu..., mantab itu....
- Santri : Penceramah itu juga bilang. “Atheis adalah menganulir tuhan, meniadakan tuhan, berarti kalau di dalam aktifitas, kita tidak menyertakan Allah di dalamnya, maka saat itu pun kita atheis, Jadi setiap hari kita itu bisa mak bedunduk Islam – mak bedunduk atheis”. Bagaimana itu Ustadz?. Lanjut Santri.
- Ustadz : Nanti dulu, tak pikire ndisik.....
Selang beberapa menit, ustadz itu baru berbicara-
menjawab pertanyaan santri tersebut. “Pernyataan itu-pun tidak salah (kata
ustadz). Ada maqom (tingkat seseorang) yang mengharuskan selalu mengingat
Allah dalam setiap gerak geriknya, jadi sedetik saja ia melupakan Allah, maka
berarti ia telah berbuat dosa. Tapi... (lanjut ustadz) dalam ajaran
Islam. Seorang muslim akan tetap menjadi muslim selagi Ia tidak membatalkan
kemuslimannya, baik dengan perkataan, perbuatan atau dengan keyakinannya.
- Santri : Lalu menurut ustadz, pernyataan penceramah itu bagaimana? Soalnya, (lanjut santri) yang saya tahu Atheis itu tidak percaya adanya Tuhan, sedangkan orang yang tidak percaya adanya tuhan itu termasuk dalam kategori minal KAFIRIN. Apa Atheis yang model bedundak-bedunduk itu juga minal KAFIRIN?
Baru saja Ustad itu hendak menjawab pertanyaan santrinya, ternyata ada tamu
datang “Assalamu’alaikum” Kata tamu itu di depan pintu. “Wa
Alaikum Salam Warohmatullahi wabarokatuh” Jawab ustadz seraya berdiri
menghampiri tamu, yang ternyata tamu itu adalah Kang Mahfudz. Weh...weh... lagi
ketok Kang Mahfudz ini, (lanjut Ustadz) sudah lama nggak ketemu tambah bunder
wae. Selanjutnya kami-pun ngobrol ngalor ngidul sampai menjelang subuh.
Gerning 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar